PPATK Berencana Membatasi Transaksi Uang Tunai Maksimal Rp 100 Juta
Dari beberapa waktu yang lalu marak sekali kasus pencucian uang. Mulai saat ini transaksi uang tunai akan dibatasi dengan maksimal Rp 100 juta seperti yang dinyatakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Pembatasan transaksi uang tunai tersebut rencananya akan dicantumkan dalam draft Rencana Undang-Undang yang akan dibahas oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada tahun ini. Wakil Kepala PPATK Dian Ediana Rae mengatakan nantinya transaksi yang dibatasi adalah uang kartal dalam denominasi rupiah, baik berbentuk uang kertas maupun uang logam. Namun menurutnya, batasan ini masih didiskusikan lagi tergantung kesepakatan DPR dan pemerintah.

"Di dalam draf RUU yang ada saat ini sebesar Rp100 juta. Tapi nanti terserah pemerintah dan DPR untuk menetapkan jumlah maksimal yang akan diundangkan," jelas Dian kepada. Dengan pembatasan tersebut, maka transaksi di atas Rp100 juta harus dilakukan secara nontunai atau melalui lembaga jasa keuangan. Ia melanjutkan, tujuan dari kebijakan ini adalah untuk mencegah tindak pidana pencucian uang dan efisiensi dan keamanan sistem pembayaran. Selain itu, langkah ini diharapkan bisa menghemat percetakan uang yang selama ini dianggap konsen Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan.
Apalagi selama ini, ia menganggap banyak kejahatan yang menggunakan uang kartal secara masif. "Dan ini bagian dari komitmen Indonesia untuk memerangi kejahatan, sehingat saya ini termasuk dalam nawacita Presiden Joko Widodo," imbuh dia. Seharusnya, lanjut dia, rencana Undang-Undang ini sudah masuk daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) di tahun ini. Ia berharap pembahasan di DPR cukup cepat karena memiliki tingkat urgensi yang tinggi. "PPATK menghendaki secepatnya keluar tentu saja. Sifat UU ini menurut kita sangat urgent," imbuh dia.